HISAB FALAK :
PEDOMAN DAN PERHITUNGAN
PENGUKURAN ARAH QIBLAT
DI LAPANGAN
Oleh : Drs. Chairul Zen S., al-Falaky
(Tenaga Ahli Hisab & Rukyat /Anggota Tim Ahli BHR-SU/Staf Kemitraan Umat Islam)
Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara
2011
PERHITUNGAN DAN PENGUKURAN ARAH QIBLAT
A. Pengertian Qiblat Menurut Syara’
Masalah qiblat tiada lain adalah hal tentang arah atau jihat; yakni arah dimana ’ainul Ka’bah tersebut berada.
Arah keberadaan Ka’bah ini dapat ditentukan dari setiap tempat di permukaan bumi hanya dengan melakukan perhitungan atau pengukuran di lapangan.
Oleh sebab itu, perhitungan arah qiblat pada dasarnya ialah perhitungan arah untuk mengetahui guna menetapkan ke arah mana Ka’bah tersebut dilihat dari suatu tempat di permukaan bumi ini, sehingga semua gerakan orang-orang yang sedang menunaikan ibadah shalat baik ketika berdiri, ruku’, maupun ketika sujud tetap berimpit dengan arah yang menuju ’ain Ka’bah di Makkah Al-Mukarramah.
Ummat Islam telah bersepakat bahwa menghadap qiblat dalam shalat adalah merupakan salah satu syarat sahnya shalat; sebagaimana dalil-dalil syara’ yang ada (nash al-Qur’an dan al-Hadits; seperti Qs. Al-Baqarah : 144).
Bagi orang-orang yang berada di sekitar kota Makkah perintah yang demikian ini tidak mempunyai masalah karena mudah bagi mereka melaksanakan perintah menghadap qiblat tersebut.
Namun, bagi orang-orang yang berada jauh dari Makkah tentunya timbul permasalahan tersendiri, terlepas dari pada perbedaan pendapat para ’Ulama tentang cukup menghadap arahnya saja sekalipun kenyataannya salah, ataukah harus menghadap ke arah yang sedekat mungkin dengan posisi Ka’bah yang sebenarnya.
Dengan demikian, tidak dibenarkan misalnya orang-orang Islam yang tinggal di kota Medan (Sumatera Utara) melaksanakan ibadah shalat menghadap ke arah timur serong ke selatan sekalipun bila diteruskan juga akan sampai ke Makkah, karena arah atau jarak yang paling dekat ke Makkah bagi orang-orang Islam di Medan adalah arah barat serong ke utara sebesar 22o 45’ 00” (B – U).
B. Pendapat ’Ulama Tentang Menghadap Qiblat
Ibnu Rusyd al-Qurthuby menjelaskan bahwa adapun orang-orang yang dapat melihat ’ain Ka’bah, maka ’Ulama tidak berbeda pendapat bahwa yang wajib di hadap baginya adalah menghadap kepada ’ain (benda) Ka’bah itu sendiri. 1
Sedangkan Imam as-Syafi’iy menjelaskan bahwa orang-orang yang berada di sekitar Makkah yang tidak dapat melihat ’ain Ka’bah atau orang-orang berada di luar Makkah, maka setiap kali ingin melaksanakan ibadah shalat mesti berijtihad mencari arah yang tepat menuju ke ’ain Ka’bah dengan dalil-dalil alam; seperti bintang-bintang, matahari, bulan, gunung-gunung, arah tiupan angin dan dengan segala sesuatu yang padanya terdapat petunjuk qiblat. 2
Muhammad Yasin ’Isa menjelaskan bahwa bagi mereka yang berbeda pendapat adalah tentang seberap luas arah yang harus dihadap. Sebahagian mereka berpendapat bahwa luas arah tersebut adalah 180o yakni arah besar; karena hadits nabi SAW yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa nabi SAW bersabda :”Qiblat itu adalah di antara Masyriq dan Maghrib”.
Maka hadits ini dengan qarinah siaq-nya menunjukkan bahwa luas qiblat ahli Madinah adalah seperdua lingkaran karena berada di antara Masyriq dan Maghrib.
Sebahagian lain berpendapat bahwa luas arah tersebut adalah seluas arah kecil yakni sebesar 90o derjat. 3
Selanjutnya beliau menjelaskan bahwa mereka juga berbeda pendapat tentang luas arah lingkaran kecil tersebut; sebahagian mereka berpendapat bahwa arah tersebut keseluruhan seperempat lingkaran.
Jadi, bila kota Madinah misalnya berada di arah Tenggara, maka keseluruhan arah Tenggara adalah arah qiblat. Dan yang masyhur sebagai pegangan mereka bahwa arah kecil itu adalah 45o derjat ke kanan arah tepat begitu juga ke kirinya dan harus diperhitungkan garis tengahnya (arah tepat qiblat).
Dari penjelasan berbagai pendapat ’Ulama tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa para ’Ulama sependapat bahwa wajib menghadap ke ’ain (benda) Ka’bah bagi orang-orang yang dapat melihat Ka’bah karena dekat baik langsung maupun tidak langsung. Sedangkan bagi orang-orang yang jauh dari Ka’bah, maka para ’Ulama berbeda pendapat tentang luas arah yang wajib dihadap oleh mereka.
Bila dikombinasikan semua pendapat ’Ulama tersebut, maka pendapat Imam as-Syafi’i disepakati secara sah oleh pendapat lain.
Memandang dari segi ihtiyath dan keluar dari perbedaan pendapat ’Ulama, maka pendapat Imam as-Syafi’i lebih terjamin keabsahannya dan lebih utama untuk dilakukan di lapangan.
Oleh sebab itu, penulis lebih cenderung kepada pendapat ini walaupun terdapat keseulitan dalam pelaksanaannya, namun tingkat kesulitan tersebut dapat diatasi dengan bantuan hisab ilmu falak.
C. Ketepatan Arah Qiblat Berdasarkan Hisab Ilmu Falak
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa pendapat Imam as-Syafi’i yang disepakati secara absah oleh semua pendapat yang ada dan lebih utama untuk dilaksanakan di lapangan dipandang dari segi ihtiyathnya. Untuk merealisasikan pendapat Imam as-Syafi’i tersebut dapat diselesaikan dengan bantuan hisab ilmu falak.
Ketepatan dan keakuratan arah qiblat berdasarkan hisab ilmu falak dapat dilakukan dengan dengan tiga macam methode; yakni dengan bantuan Rumus Azimuth Titik Utara, Bayang Qiblat (Bayang-Bayang Matahari), dan dengan bantuan Azimuth Matahari.
Ketiga macam cara tersebut pada prinsifnya adalah sama; yakni sama-sama mencari tingkat keakurasian titik arah tepat qiblat bagi tempat-tempat yang diinginkan yang terletak di luar atau jauh dari kawasan Makkah.
Namun demikan, ada beberapa tempat di permukaan bumi yang tidak memerlukan perhitungan hisab ilmu falak untuk mengetahui ketepatan arah qiblatnya cukup hanya mempedomani salah satu arah penjuru mata angin (Utara, Selatan, Barat,Timur, dsb.) yang disesuaikan dengan letak tempat tersebut terhadap lintang dan bujur geografis Ka’bah (Makkah al-Mukarramah).
Adapun tempat-tempat yang dimaksud adalah sebagai berikut :
(Berdasarkan ketetapan Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama RI atas usulan alm. Drs. T. M. Alimuda/guru penulis, ahli falak IAIN SU) :
1. Tempat-tempat yang bujur geografisnya 39o 50’ (BT)
Bagi tempat-tempat yang bujur geografisnya 39o 50’ (BT) bila lintangnya Utara lebih besar dari pada lintang Ka’bah (21o 25’ LU); maka arah qiblatnya adalah tepat ke arah Selatan, dan bila lintangnya Utara lebih kecil dari pada lintang Ka’bah atau Selatan, maka arah qiblatnya adalah tepat ke arah Utara tempat tersebut.
Hal ini disebabkan oleh karena Ka’bah terletak pada posisi lintang 21o 25’ Utara dan bujur 39o 50’ Timur.
2. Tempat-tempat yang lintangnya 21o 25’ Utara
Bagi tempat-tempat tersebut, bila berada di sebelah Timur Ka’bah, maka arah qiblatnya tepat ke titik Barat, dan bila berada di sebelah Barat Ka’bah maka arah qiblatnya tepat ke titik Timur tempat tersebut.
3. Tempat-tempat yang bujur geografinya 39o 50’ Timur
Bila tempat-tempat ini lintangnya Utara atau Selatan lebih kecil dari pada lintang Ka’bah, maka
arah qiblatnya adalah tepat ke titik Utara dan bila lintangnya Selatan sebesar 21o 25’ , maka arah
qiblatnya adalah ke semua arah. Sebab, Ka’bah berada di tempat ini tepat di titik nadir (titik
bawahnya).
4. Tempat-tempat yang lintang geografisnya 0o derjat
Bila bujur geografisnya sebesar 129o 50’ , maka arah qiblatnya adalah 68o 35’ ke kiri titik Utara
dan bila bujur geografisnya sebesar 50o 10’ (BB), maka arah qiblatnya adalah sebesar 68o 35’ ke
kanan dari titik Utara. 4
Untuk menerapkan ketentuan tersebut di atas, maka harus dipedomani dan ditentukan berdasarkan
nilai angka derajat yang tertera dalam kompas.
Sedangkan bagi tempat-tempat yang tidak termasuk ke dalam salah satu kelompok tersebut di atas,
maka dapat diketahui dan diukur ketepatan arah qiblatnya dengan menggunakan salah satu dari
ketiga macam cara yang telah ditentukan dalam kaidah perhitungan ilmu falak, yakni sebagai
berikut :
a. Berdasarkan Rumus Azimuth Titik Utara
Adapun yang dimaksud dengan ”Azimuth Titik Utara” ialah sudut yang dibentuk oleh suatu tempat yang dikehendaki arah qiblatnya dengan titik Utara dan Ka’bah. 5
Dengan demikian, yang menjadi patokan sudut arah qiblatnya ialah arah yang ditunjukkan oleh sudut yang dibentuk dari tersebut dengan titik Utara dan Ka’bah.
Ketentuan berapa besar sudut yang dibentuk itu dapat dihitung dengan menggunakan rumus hisab falak sebagai berikut :
AQ = Tan-1(1/(Cotan b x Sin a / Sin c – Cos a x Cotan c )) ; dimana harga :
a = 90o - lintang tempat
b = 90o - lintang Ka’bah ( 21o 25’ )
c = Selisih antara kedua bujur markaz
Penjelasan Rumus :
AQ = Sudut arah qiblat yang diukur dari titik Utara kea rah Barat
atau dari titik Utara ke arah Timur.
Maksudnya ialah sudut arah qiblat suatu tempat diukur ke kiri
titik Utara bagi tempat-tempat yang berada di sebelah Timur
Ka’bah, dan diukur ke kanan titik Utara bagi tempat-tempat
yang berada di sebelah Barat Ka’bah.
a = Besar busur lingkaran suatu tempat yang dikehendaki sudut
arah qiblatnya dihitung dari titik Utara sampai ke tempat
tersebut ( 90o – lintang tempat).
b = Besar busur lingkaran Ka’bah dihitung dari titik Utara sampai
ke Ka’bah ( 90o - lintang Ka’bah).
c = Selisih busur lingkaran bujur tempat yang dikehendaki sudut
arah qiblatnya dengan bujur Ka’bah (bujur tempat – bujur
Ka’bah dan atau sebaliknya).
Langkah awal yang harus dilakukan sebelum melakukan perhitungan, terlebih dahulu harus diketahui nilai lintang dan bujur geografis tempat yang dikehendaki serta menentukan posisi tempat tersebut apakah terletak di sebelah barat atau di sebelah timur Ka’bah.
Hal ini penting sekali artinya guna untuk mendapatkan ketelitian dan keakuratan hasil perhitungan sudut arah qiblat tersebut tepat dan benar sehingga mendekati kebenaran secara syar’iy.
Sebagai contoh; berapa derjat sudut arah qiblat untuk kota Medan (Sumut) ?
Penyelesaiannya :
Diketahui data-data hisab (lihat dalam daftar lampiran) :
Lintang Medan = 03o 38’ (LU)
Bujur Medan = 98o 38’ (BT)
Lintang Ka’bah = 21o 25’ (LU)
Bujur Ka’bah = 39o 50’ (BT)
Posisi kota Medan (Sumut) terletak di sebelah timur Ka’bah
Maka berdasarkan hasil perhitungan, maka dapat diketahui bahwa sudut arah qiblat Medan (Sumut) adalah sebesar 67o 15’ 14” ke kiri titik Utara atau pada posisi 22o 44’ 46” dari titik Barat ke Utara atau pada posisi arah tepat 292o 44’ 46” pada Kompas.
Pengukuran sudut arah qiblat yang dihitung berdasarkan pada Rumus Azimuth Titik Utara di lapangan biasanya dilakukan dengan menggunakan Magnetic Kompas (Kompas Navigasi).
b. Berdasarkan Bayang-Bayang Qiblat (Bayang-Bayang Matahari)
Di samping cara menetapkan arah qiblat dengan perhitungan dengan rumus Azimuth Titik Utara, dapat pula dipedomani bayang-bayang matahari atau sering disebut dengan istilah ”Bayang-Bayang Qiblat”.
Hal ini dapat dilakukan dengan mempedomani waktu terjadinya bayang-bayang matahari yang disesuaikan dengan waktu standard daerah dan koreksi waktu setempat, dengan cara memperhatikan bayang-bayang sesuatu benda yang tegak lurus di atas suatu bidang yang mendatar betul dalam keadaan sinar matahari terlihat.
Sebagaimana diketahui bahwa bentuk bumi ini adalah bulat pepat, maka semua garis yang ditarik dari suatu tempat ke tempat lain termasuk garis qiblat bila diperpanjang selama berbentuk lingkaran yang sempurna baik lingkaran besar (=yang membagi bola bumi atas dua bahagian yang sama) maupun lingkaran yang kecil (=yang membagi bumi menjadi dua bahagian yang tidak sama).
Matahari dalam gerak hariannya (gerak semu) dari timur ke barat kadang-kadang memotong bidang lingkaran garis qiblat. Ketika matahari tepat berada di titik potong lingkaran paralel gerak harian matahari bila harga mutlak deklinasi matahari lebih kecil dari harga mutlak (90o – AQ) yakni sudut arah qiblat.
Bila harga mutlak deklinasi matahari lebih besar dari harga mutlak (90o – AQ) maka pada hari tersebut tidak akan terjadi bayang-bayang qiblat (yakni bayang-bayang yang berarah tepat ke Ka’bah).
Sebab, bidang lingkaran garis qiblat berpotongan dengan lingkaran paralel gerak harian matahari.
Matahari memotong bayang-bayang qiblat suatu tempat yang berada di sebelah timur Ka’bah akan terjadi setelah pukul 12.00 , bila matahari ketika berkulminasi atas berada di utara titik zenith dan sebelum pukul 12.00 bila sebaliknya.
Bagi tempat-tempat yang berada di sebelah barat Ka’bah, maka matahari memotong bayang-bayang garis qiblat akan terjadi kebalikan dari masa tempat-tempat yang berada di sebelah timur Ka’bah.
Menetapkan arah qiblat dengan cara ini dapat dilakukan selama lingkaran paralel gerak semu matahari masih memotong garis bayang-bayang qiblat.
Tidak dapat dipungkiri bahwa ketepatan dan keakuratan arah qiblat dengan menggunakan sistim bayang-bayang qiblat sangat efisien dan efektif mudah dilakukan di lapangan dan kebenarannya dapat terjamin.
Untuk mengetahui kapan masanya bayang-bayang sesuatu benda yang tegak lurus berarah tepat ke arah qiblat dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
BQ = MP + KWK + (SP – SQ)/ 15 ; di mana harga
SP = tan-1(1/ (tan AQ x sin PE)
SQ = cos-1(cos SF x cotan PE x tan DS)
Penjelasan Rumus :
BQ = Waktu terjadinya bayang-bayang sesuatu benda yang tegak lurus
berah tepat ke arah Ka’bah
SF = Sudut bantu
SQ = Sudut bantu
AQ = Sudut arah qiblat yang dihitung (rumus Azimuth Titik
Utara)
PE = Lintang tempat
MP = Meridian pass (waktu tengah hari matahari)
KWK = Koreksi waktu kesatuan
Terhadap pengukuran arah qiblat dan pemancangan tonggak-tonggak yang berfungsi sebagai pedoman arah tepat qiblat di lapangan, maka harus dipedomani sudut arah yang ditunjukkan oleh bayang-bayang sesuatu yang tegak lurus pada sa’at terjadinya bayang-bayang qiblat tersebut.
Sebagai catatan; yang menjadi pedoman perhitungan dan pengukuran arah qiblat di lapangan adalah sebagai berikut :
1. Bagi tempat-tempat yang berada di timur Ka’bah :
a. Bila bayang-bayang qiblat terjadi sebelum matahari berkulminasi, maka arah qiblat yang ditunjukkannya adalah bayang-bayang yang membelakangi bendanya.
b. Bila bayang-bayang qiblat terjadi setelah matahari berkulminasi, maka arah qiblat yang ditunjukkannya adalah bayang-bayang yang menuju bendanya.
2. Bagi tempat-tempat yang berada di sebelah barat Ka’bah :
a. Bila bayang-bayang qiblat terjadi sebelum matahari berkulminasi, maka arah qiblat yang ditunjukkannya adalah bayang-bayang yang menuju bendanya.
b. Bila bayang-bayang qiblat terjadi setelah matahari berkulminasi, maka arah qiblat yang ditunjukkannya adalah bayang-bayang yang membelakangi bendanya.
Di samping cara pengukuran arah qiblat seperti yang dijelaskan tersebut di atas, pengukuran arah qiblat juga dapat dilakukan dengan bayangan suatu benda yang tegak lurus di permukaan bumi, karena bayangan benda yang bersangkutan berimpit dengan arah qiblat bagi tempat tersebut. Hal demikian ini akan terjadi pada setiap tanggal 28 Mai pada pukul 16. 18 WIB dan tanggal 16 Juli pada pukul 16.21 WIB.
D. Aplikasi Pengukuran Arah Qiblat Di Lapangan
Sebelum melakukan pengukuran arah qiblat di lapangan, terlebih dahulu tentukan titik arah Utara-Selatan untuk diketahui arah titik Timur-Barat di lokasi dengan menggunakan kompas standard (seperti kompas merek Sunto Jepang).
Setelah garis Timur-Barat sudah ditentukan, kemudian lakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Ukurlah garis Timur ke Barat sepanjang satu meter.
2. Pada ujung sebelah timur diberi titik T dan sebelah barat diberi titik B
3. Pada titik B dibuat garis tegak lurus (siku-siku) ke arah utara sepanjang jarak arah qiblat kota yang diinginkan (lihat pada daftar arah qiblat kota). Kemudian pada ujung utara-nya di beri titik Q
4. Antara titik T (no. 2) dengan titik K (no. 3) dibuat garis lurus
putus-putus sehingga terjadi garis TK.
Garis lurus putus-putus TK inilah yang menunjukkan arah qiblat
kota yang diinginkan.
4. Kemudian apabila akan membuat garis-garis shaf, maka dapat
dibuat garis-garis yang tegak lurus pada garis yang menunjukkan
arah qiblat kota tersebut.
Daftar Catatan Kaki
1Ibnu Ruysd , Bidayah al-Mujtahid, al-Masyhad al-Husaini, Mesir,
1389 H., hal. 113.
2Muhammad ibn Idris as-Syafi’iy, al-Umm, Jamaly Muhalla, Bombai, juz. I, hal. 81.
3Muhammad Yasin ’Isa, al-Mawahib al-Jazilah, Dar al-Haditsiyah, Mesir, 1364 H.,hal. 55.
4TM. Ali Muda, Rumus-Rumus Ilmu Falak Untuk Menetapkan Arah Qiblat dan Waktu Shalat, Fak.
Syari’ah, IAIN-SU, Medan, 1994 . Lihat pula : Drs. Chairul Zen S.,al-Falaky, Pedoman Ketepatan
Arah Qiblat Provinsi Sumatera Utara, Makalah disampaikan pada Kegiatan Orientasi Tenaga
Hisab dan Rukyat Kanwil Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara Thn. 2007 s/d 2011
di Wisma Perjalanan Haji Medan, hal. 21 - 27.
5Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Buana Pustaka, cet. I, 2004 , hal. 48.
Lampiran:
DATA HISAB ARAH QIBLAT SUMATERA UTARA
No.
|
NAMA IBUKOTA KABUPATEN/KOTA |
ARAH QIBLAT (Barat ke Utara)
|
JARAK UKUR (Centimeter) |
01. | Medan | 22o 44’ 45” | 41.93 CM. |
02. | Binjai | 22o 47’ 28” | 42.02 CM. |
03. | Stabat | 22o 43’ 06” | 41.87 CM. |
04. | Lubuk Pakam | 22o 44’ 53” | 41.93 CM. |
05. | Sei Rampah | 22o 44’ 36” | 41.92 CM. |
06. | Tebing Tinggi | 22o 49’ 39” | 42.09 CM. |
07. | Pematang Siantar | 23o 23’ 54” | 42.23 CM. |
08. | Siantar | 23o 01’ 58” | 42.52 CM. |
09. | Kisaran | 22o 55’ 24” | 42.29 CM. |
10. | Tanjung Balai | 22o 55’ 15” | 42.28 CM. |
11. | Lima Puluh | 22o 47’ 09” | 42.01 CM. |
12. | Rantau Prapat | 23o 20’ 05” | 43.14 CM. |
13. | Balige | 23o 24’ 27” | 43.29 CM. |
14. | Pangururan | 23o 15’ 52” | 42.99 CM. |
15. | Tarutung | 23o 33’ 13” | 43.59 CM. |
16. | Dolok Sanggul | 23o 31’ 38” | 43.54 CM. |
17. | Padangsidimpuan | 23o 48’ 23” | 44.12 CM. |
18. | Sipirok | 23o 41’ 33” | 43.88 CM. |
19. | Pandan | 23o 44’ 13” | 43.97 CM. |
20. | Sibolga | 23o 43’ 17” | 43.94 CM. |
21. | Padang Bolak | 23o 40’ 06” | 43.83 CM. |
22. | Barumun | 23o 52’ 37” | 44.27 CM. |
24. | Aek Kanopan | 23o 08’ 04” | 42.72 CM. |
25. | Kota Pinang | 23o 23’ 13” | 43.25 CM. |
26. | Gunung Sitoli | 24o 11’ 50” | 44.94 CM. |
27. | Teluk Dalam | 24o 28’ 39” | 45.53 CM. |
28. | Sidikalang | 23o 16’ 43” | 43.02 CM. |
29. | Salak | 23o 22’ 54” | 43.24 CM. |
30. | Kabanjahe | 23o 03’ 29” | 42.57 CM. |
31. | Sirombu | 24o 24’ 35” | 45.38 CM. |
32. | Panyabungan | 24o 00’ 11” | 44.53 CM. |
33. | Gido | 24o 14’ 12” | 45.02 CM. |